Sejak diberlakukannya Undang- Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah Pasal 148, peranan satuan polisi pamong praja (Satpol PP), menjadi strategis sebagai aparatur membantu kepala daerah dalam penyelengaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat serta penegakan peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah lainya. Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
Adapun Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku PP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428). Berikut kutipan isi PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP. (Pasal 3) (1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. (2) Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Tugas (Pasal 4) Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. (Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat).
Fungsi (Pasal 5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi: (a). penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; (b) pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;(c) pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah; (d) pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat; (e). pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya; (f) pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan (g). pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
Wewenang Polisi Pamong Praja (Pasal 6) : (a). melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; (b). menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; (c). fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; (d) melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan (e). melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib (Pasal 8): (a). menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat; (b) menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja; (c) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; (d). melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan (e). menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam Pasal 25 Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal.
Koordinasi menjadi salah satu momok permasalahan yang sampai saat ini “ngampang di ucap sulit dilaksanakan” dalam implementasi koordinasi di perlukan penegasan pemerintah daerah melalui perda sehingga peran dan fungsi satpol PP lebih sinergi dengan peraturan yang berlaku yaitu adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
Peran perda sangat penting dalam rangka melaksanakan keputusan bupati terkait disiplin PNS, sehingga di harapkan akan berdampak pada peningkatan kinerja PNS. Dengan adanya perda maka kekuatan satpol PP akan semakin terasa dan DPRD dapat ikut serta dalam membantu dalam pengawasannya.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : (a) Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu (b) Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : (a) Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar) (b) Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.http: //id. wikipedia.org/wiki/
Sumber : Jalurberita.com