(0362) 21985
polpp@bulelengkab.go.id
Satuan Polisi Pamong Praja

Peran Satpol PP di Era Otonomi Daerah

Admin polpp | 24 Juli 2015 | 8209 kali

Sejak diberlakukannya Undang- Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah Pasal 148, peranan satuan polisi pamong praja (Satpol PP), menjadi strategis sebagai aparatur membantu kepala daerah dalam penyelengaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat serta penegakan peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah lainya. Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
Adapun Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini  maka dinyatakan tidak berlaku PP  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pedoman  Satuan Polisi  Pamong  Praja  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428). Berikut kutipan isi PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP. (Pasal 3) (1) Satpol  PP  merupakan  bagian  perangkat  daerah  di  bidang penegakan  Perda,  ketertiban  umum  dan  ketenteraman masyarakat. (2)   Satpol  PP  dipimpin  oleh  seorang  kepala  satuan  dan berkedudukan  di  bawah  dan  bertanggung  jawab  kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Tugas (Pasal 4) Satpol  PP  mempunyai  tugas  menegakkan  Perda  dan menyelenggarakan  ketertiban  umum  dan  ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. (Sesuai  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan Daerah  bahwa  penyelenggaraan  ketertiban  umum  dan  ketenteraman masyarakat  merupakan  urusan  wajib  yang  menjadi  kewenangan pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat).
Fungsi (Pasal 5) Dalam  melaksanakan  tugas  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi: (a).   penyusunan  program  dan  pelaksanaan  penegakan  Perda, penyelenggaraan  ketertiban  umum  dan  ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; (b)  pelaksanaan  kebijakan  penegakan  Perda  dan  peraturan kepala daerah;(c) pelaksanaan  kebijakan  penyelenggaraan  ketertiban  umum dan ketenteraman masyarakat di daerah; (d)  pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat; (e). pelaksanaan  koordinasi  penegakan  Perda  dan  peraturan kepala  daerah,  penyelenggaraan  ketertiban  umum  dan ketenteraman  masyarakat  dengan  Kepolisian  Negara Republik  Indonesia,  Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  daerah, dan/atau aparatur lainnya;  (f) pengawasan  terhadap  masyarakat,  aparatur,  atau  badan hukum  agar  mematuhi  dan  menaati  Perda  dan  peraturan kepala daerah; dan (g).   pelaksanaan  tugas  lainnya  yang  diberikan  oleh  kepala daerah.
Wewenang Polisi Pamong Praja (Pasal 6) : (a).  melakukan  tindakan  penertiban  nonyustisial  terhadap warga  masyarakat,  aparatur,  atau  badan  hukum  yang melakukan  pelanggaran  atas  Perda  dan/atau  peraturan kepala daerah; (b).  menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang  mengganggu  ketertiban  umum  dan  ketenteraman masyarakat; (c). fasilitasi  dan  pemberdayaan  kapasitas  penyelenggaraan perlindungan masyarakat; (d) melakukan  tindakan  penyelidikan  terhadap  warga masyarakat,  aparatur,  atau  badan  hukum  yang  diduga melakukan  pelanggaran  atas  Perda  dan/atau  peraturan kepala daerah; dan (e).  melakukan  tindakan  administratif  terhadap  warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib (Pasal 8): (a).  menjunjung  tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia,  dan  norma  sosial  lainnya  yang  hidup  dan berkembang di masyarakat; (b) menaati  disiplin  pegawai  negeri  sipil  dan  kode  etik  Polisi Pamong Praja; (c) membantu  menyelesaikan  perselisihan  warga  masyarakat yang  dapat  mengganggu  ketertiban  umum  dan ketenteraman masyarakat; (d).  melaporkan  kepada  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia atas  ditemukannya  atau  patut  diduga  adanya  tindak pidana; dan (e).  menyerahkan  kepada  Penyidik  Pegawai Negeri  Sipil  daerah atas  ditemukannya  atau  patut  diduga  adanya  pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam Pasal 25 Satpol  PP  dalam  melaksanakan  tugas  dan  fungsinya  wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal.
Koordinasi menjadi salah satu momok permasalahan yang sampai saat ini “ngampang di ucap sulit dilaksanakan” dalam implementasi koordinasi di perlukan penegasan pemerintah daerah melalui perda sehingga peran dan fungsi satpol PP lebih sinergi dengan peraturan yang berlaku yaitu  adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
Peran perda sangat penting dalam rangka melaksanakan keputusan bupati terkait disiplin PNS, sehingga di harapkan akan berdampak pada peningkatan kinerja PNS. Dengan adanya perda maka kekuatan satpol PP akan semakin terasa dan DPRD dapat ikut serta dalam membantu dalam pengawasannya.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : (a) Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu (b) Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : (a) Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar) (b) Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.http: //id. wikipedia.org/wiki/

Sumber : Jalurberita.com